Badiuzzaman Said Nursi tidak bisa
dipisahkan dari gemilangnya cahaya Turki hari ini, setelah rezim Attaturk yang
begitu kelabu.
Tinggal
di Kekaisaran Ottoman pada akhir abad ke-19, Badiuzzaman Said Nursi terus
berjuang untuk memberi pencerahan pada masyarakat Turki. Ia bergerak di atas
dua pilar; sains dan agama.
Onislam.net melansir bahwa Badiuzzaman mulai
menulis karyanya yang paling terkenal, Risale i Nur, di Barla. Kitab itu merupakan sebuah
komentar komprehensif tentang Alquran yang jumlahnya lebih dari enam ribu
halaman. Beliau menuliskannya dalam bahasa Arab dan membagikan kitab itu kepada
murid-muridnya.
Itu adalah saat ketika tulisan Arab secara resmi digantikan oleh abjad Turki
Latin. Namun, seluruh siswa negara sibuk menduplikasi Risale
i Nur, memperkuat
keyakinan agama mereka, dan menjaga Alquran tetap hidup.
Namun, perjuangan imam asal Kurdi
ini tidak mudah. Berkali-kali ia menjadi sasaran fitnah penguasa, bahkan akan
dihukum mati.
Hanya
setahun setelah kembali ke Isparta pada tahun 1934, Imam Nursi ditangkap
bersama 120 pengikutnya. Di bawah pengawasan ketat, Badiuzzaman dipindahkan
dari satu lokasi pengasingan ke lokasi lain selama 18 tahun.
Meskipun pemerintah Turki berusaha untuk mencegah pengikutnya meluas,
Badiuzzaman sebenarnya memperoleh lebih banyak murid akibat sering dipindahkan.
Ia kembali menetap di kota Isparta saat masa pengasingannya berakhir pada tahun
1953.
Pada tahun 1956, barulah tulisan-tulisannya boleh dipublikasikan secara
komersial. Sebuah sistem politik multi partai telah diadopsi di negara itu dan
ia mendorong pengikutnya untuk memilih Partai Demokrat. Badiuzzaman meyakini
bahaya terbesar pada zamannya adalah komunisme.
Ia menyatakan kekhawatirannya terhadap kekuatan komunis yang dapat merusak iman
umat Islam Islam. Dalam sebuah tulisan menjelang akhir hayatnya, Badiuzzaman
menyerukan keimanan kepada para pemuda dan kaum muslimin untuk berjuang
bersamanya.
Dalam kondisi sakit parah pada bulan Maret 1960, Badiuzzaman melakukan perjalanan
dengan beberapa muridnya ke Urfa di Turki Timur. Secara politis, imam besar ini
tidak diinginkan di Urfa. Polisi mencoba memaksanya untuk kembali, sementara
orang-orang berkumpul di jalan-jalan, memprotes dan mencegah polisi
menyingkirkan imam tercinta mereka.
Lepas dari perjuangan tanpa henti di dunia, pada tanggal 23 Maret 1960, hari
ke-25 Ramadan 1379 H, Imam Nursi wafat. Ia dimakamkan di Masjid Halilur Rahman,
diiringi oleh kerumunan besar para pendukungnya. Badiuzzaman Said Nursi telah
meninggalkan warisan yang abadi, berupa iman di dada para pemuda Turki.
No comments:
Post a Comment