Sebuah bangunan masjid mirip kuil
Buddha masih berdiri tegak di salah satu sudut kota Karakol, Kirgistan.
Masjid Karakol merupakan satu
dari banyak masjid di kawasan perbatasan Asia Tengah dan Tiongkok yang mengadopsi
struktur bangunan masjid yang berbeda pada model bangunan masjid pada umumnya.
Secara
sekilas, bangunan masjid ini memang sangat mirip dengan kuil Buddha di Tibet
atau gaya bangunan tradisional lain di dataran Tiongkok.
Layaknya masjid di wilayah Xinjiang dan kawasan etnis muslim Hui di Tiongkok,
masjid ini tidak memiliki kubah dan minaret yang menjulang tinggi. Namun, bila
diperhatikan dari dalam, terlihat jelas fungsi masjid dari terhamparnya
permadani dan sajadah yang menghadap arah kiblat dan gantungan lafadz Allah dan
Muhammad.
Berdirinya
Masjid Karakol tidak lepas dari peran kelompok etnis Dungan yang tinggal di
kota Karakol, kurang lebih 398 kilometer arah timur kota Bishkek, ibukota
Kirgistan.
Istilah Dungan merupakan sebutan yang dialamatkan kepada keturunan muslim Hui
yang tinggal di kawasan bekas negara Uni Soviet. Ketika sebagian muslim Hui
memilih untuk bermigrasi pada 1820-1880 karena persaingan etnis dengan
mayoritas Han di Tiongkok.
Mereka
akhirnya memilih menetap di negara-negara Asia Tengah yang dulu menjadi bagian
dari Uni Soviet. Percampuran etnis asal Tiongkok dan Asia Tengah itulah yang
kini menjadi identitas muslim Dungan, dengan bahasa dan tulisan tidak lagi
hanya mandarin namun juga menggunakan alfabet silirik khas Russia.
Masjid Karakol didirikan pada 1907 dan resmi berdiri pada 10 Mei 1910 oleh
seorang arsitek asal Tiongkok bernama Chou Seu.
Ia melibatkan lebih dari 30
pengrajin kayu dan batu untuk menyempurnakan struktur dan dekorasi masjid. Luas
keseluruhan masjid 24 kali 15 meter, dengan ketinggian bangunan 4,15 meter.
Garis
etnis yang masih mengakar dengan muslim Hui menjadikan gaya masjid ini sangat
kental dengan arsitektur Tiongkok. Secara keseluruhan pembangunan masjid
membutuhkan waktu selama tiga tahun.
Struktur masjid sebagian besar terbuat dari kayu, terutama pada bagian atap dan
pilar atau kolom-kolomnya. Uniknya, pengikat antar struktur kayu itu tidak
menggunakan paku sama sekali.
Sedangkan pada bagian dinding,
sepenuhnya menggunakan batu bata merah yang dibakar. Salah satu yang cukup
mengagumkan dari sisi arsitektur pada bangunan masjid ini adalah bagian dari
ukiran kayu pada langit-langit dan persilangan kolomnya.
Pada
awalnya semua bagian utama dari struktur dipilih dari berbagai kayu terbaik
mulai dari cemara, poplar, elm dan spesies asli lain kayu disiapkan.
Sedangkan pada bagian ukiran menggunakan kayu pohon kenari. Dekorasi pada
ukiran langit-langit masjid ini dikerjakan sangat detail dan halus.
Dari struktur ukiran kayunya yang
dihias dengan berbagai warna, mencitrakan campuran ekletik bukti akulturasi
masa lalu Buddha pra Islam di dalamnya. Ini terlihat dari adanya simbol khas
seperti buah delima, roda api dan beberapa pola ukir bahkan seperti gambaran
hewan mitologi seperti burung phoenix dan naga.
Ciri khas Masjid Karakol adalah
jumlah kolom atau pilarnya yang cukup banyak. Total terdapat 42 kolom yang
terdiri dari 30 kolom sebagai penyangga pada bagian luar masjid dan 12 kolom
pada bagian dalam masjid.
Warna tradisional merah, hijau
dan kuning, memberikan kecerahan ke bentuk asli bangunan. Walaupun masjid ini
tidak memiliki minaret seperti masjid pada umumnya, namun masjid ini memiliki
sebuah pagoda kecil dari kayu yang menggantikan fungsi minaret sebagai tempat
pengumandang adzan.
Seperti banyak bangunan keagamaan
di era Uni Soviet, Masjid Karakol atau Masjid Dungan merupakan satu dari banyak
masjid di Asia Tengah yang mengalami penutupan. Pada era Komunis Uni Soviet
saat itu masa kelam juga dirasakan muslim Dungan.
Masjid
ini dipaksa harus ditutup oleh gerakan Bolshevik dari 1929 sampai 1943. Berbeda
dengan beberapa masjid lain yang dibiarkan hingga mengalami rusak parah, sejak
1943 Masjid Karakol ini pun dialih fungsikan sebagai gudang penyimpanan.
Hal ini membuat masjid terhindar dari kehancuran di era gerakan Bolshevik
Soviet. Walau demikian masjid ini pernah mengalami kerusakan pada struktur
atapnya hingga diperbaiki kembali.
Pada 1947, bangunan Masjid
Karakol ini serahkan kembali kepada komunitas muslim Dungan, dan sejak saat itu
masjid kembali difungsikan sebagai tempat ibadah hingga hari ini.
Kini
setiap hari bukan hanya etnis Dungan saja yang menggunakan masjid ini, tapi
juga hampir seluruh masyarakat muslim Kirgis di kota Karakol.
Bahkan pemerintah kota Karakol kini menjadikan Masjid Dungan sebagai salah satu
tujuan obyek wisata, dan dapat dikunjungi oleh berbagai kalangan muslim dan
non-Muslim di waktu tertentu.
Masjid ini juga terdaftar sebagai
monumen sejarah penting bagi negara Kirgistan dan telah dilindungi oleh
undang-undang Kirgistan.